![]() |
Natalius Pigai |
Oleh: Natalius Pigai
(Ketua Tim Aparat Penegak Hukum, Komnas HAM RI
2012-2017)
Seluruh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
harus pahami bahwa Presiden Joko Widodo yang justru memperlemah dan
mengamputasi kewenangan Polisi, bahkan menabrak konstitusi dengan mengeluarkan
kebijakan melalui Perpres Nomor 2 Tahun 2015: Keamanan Integratif yaitu
memutus sebagian kewenangan Kepolisian misalnya bidang Keamanan Laut,
Penanganan Narkotika, termasuk hal-hal yang bersifat keamanan insani (inhuman
security) lainnya. Akibatnya reformasi di Kepolisian tidak bisa berjalan dengan
baik. Anggaran mengalami penyusutan, kepolisian belum bisa melakukan
revitalisasi instrumental, peningkatan profesionalisme dan perbaikan
kesejateraan. Dampaknya tugas pelayaan belum cukup memberi kepuasan dan
keadilaan.
Hari ini perbuatan Presiden Joko Widodo ini
menyebabkan 1.400 Kombes tidak bisa naik pangkat ke bintang, 230 Periwira
Bintang 1 yang masih antri untuk bintang 2, 66 Perwira Bintang 2 yang antri
untuk Bintang 3. Perwira Tinggi Polisi Putra Papua tidak bisa dapat jabatan,
sedangkan hari ini ada 2 orang putra Papua Bintang 2 di TNI menjadi Panglima
Kodam (Pangdam). Mengapa karena keterbatasan Ruang Nomeklatur dan
Anggaran di Kepolisian Negara akibat amputasi kewenagan oleh Presiden Joko
Widodo 2014-2019.
Prabowo Subianto sudah sangat memahami bahwa negara
kuat karena institusi negara kuat. Semua institusi negara sangat penting karena
instrumen-instrumen yang menjalankan esensi dasar adanya negara yaitu Adil dan
Makmur. Karena itu Prabowo Subianto 2019-2024 memahami pentingnya Kepolisian
yang Kuat, Mandiri, Moderen, Profesional disertai Kesejahteraan yang layak
sehingga akan tercipta institusi Polisi yang Berwibawa, Bermartabat dan
Terpercaya.
Calon Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto
pada saat debat pertama tanggal 17 Januari 2019, Debat ke empat 30 Maret 2019
dan berbagai kesempatan menekankan: “Pentingnya Negara yang kuat, Negara kuat
jika Institusi atau Lembaga Negara kuat, demikian pula ditunjang dengan
pengelola Negara yang professional, bersih dan berwibawa”. “Keamanan Dalam
Negeri terpelihara jika institusi Kepolisian Negara yang kuat”. “Rakyat
mendapat keadilan dihadapan hukum, jika institusi Kepolisian terpercaya,
bekerja secara independen, profesional, moderen, sejahtera”. Aparat Penegak
Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) harus kenyang, sehat dan pintar supaya bekerja
profesional, objektif dan imparsial dalam menegakan hukum”.
Pandangan Calon Presiden Prabowo Subianto saat debat
ke-empat tanggal 30 Maret 2019, memang benar, bahwa apapun yang dilakukan
pemimpin bangsa ini tentu mempertimbangkan “kepentingan inti negara Indonesia”
(core of national interest) yaitu; sesungguhnya negara yang maju dan berkembang
berada pada penguatan hukum untuk mengatur ketertiban, keamanan dan rasa
keadilan bagi rakyat”. Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai lembaga
penegak hukum yang berada di beranda depan dalam sistem peradilan pidana
(criminal justice system) tentu menjadi pilar terpenting bagi negara ini.
Jika membaca pandangan Prabowo Subianto sebenarnya
secara tersirat menyatakan kegaulauan atas kegagalan pemerintah saat ini yang
membawa bangsa Indonesia tersandera dalam ancaman dan negara makin tidak
berwibawa karena perilaku amoralitas penguasa; kebocoran keuangan negara,
korupsi merajalela, memperdagangkan pengaruh, jual beli jabatan, perilaku mesum
yang justru dilakukan oleh orang-orang yang melingkari istana, pusat kekuasaan
negara. Pemerintah juga menyandera pilar-pilar demokrasi, hak asasi manusia,
perdamain dan keadilan melalui instrumen demokrasi yaitu partai politik,
media massa, lembaga penegak hukum. Bangsa ini sedang mengalami distorsi arah
dan gradasi nilai-nilai konstitusi dan landasan idil.
Prabowo Subianto sangat paham tentang Kepolisian sudah
selayaknya diapresiasi. Aparat kepolisian bertugas untuk mewujudkan salah satu
inti kepentingan nasional (core of national interest) dengan memastikan
kebutuhan warga negara terpenting yaitu: hak atas rasa aman dan hak untuk
mendapat keadilan dihadapan hukum.
Prabowo memahami, Indonesia saat ini sedang
menghadapi berbagai persoalan yang kompleks. Ancaman bisnis trans-nasional,
kejatahan dunia maya (cyber crime) , terorisme, penyelundupan dan perdagangan
narkotika , kejahatan perdagangan manusia (human trafficking), pencucian uang
(money loundering), korupsi dan perdagangan jabatan, perilaku amoralitas
pejabat negara, ancaman konflik horizontal dan konflik vertikal antara
Negara dan Rakyat dan lain sebagainya.
Semua permasalahan di atas tidak sekedar mengancam
instabilitas sosial dan integritas nasional, namun juga mengganggu nilai-nilai
fundamental seperti kebhinekaan dan Pancasila sebagai fondasi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kalau disimpulkan ada 2 ancaman yang dihadapi saat ini
yaitu; 1) ancaman kejahatan konvensional yang membutuhkan penegakan hukum dalam
sistem peradilan pidana. 2) menguatnya kelompok eksklusivme suku, agam, ras dan
antar golongan serta penetrasi kapital dan hegemoni negara idikasi adanya
komprador antara negara dan swasta. Selain gangguan keamanan dan ketertiban
dalam negeri (internal disorder) juga ancaman eksternal (externar threat)
berupa ancaman negara lain, pengaruh perang proxy dan lain sebagainya.
Pada saat ini Kepolisian Negara sedang
menghadapi tugas berat untuk menuntaskan berbagai persoalan keamanan dan
penegakan hukum. Sebagai lembaga yang berada di beranda depan dalam sistem
peradilan pidana (criminal justice system), harapan publik tertuju kepada lembaga
kepolisian. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah seberapa jauh kesiapan
lembaga kepolisian untuk mampu merespons berbegai persoalan yang membelit
negeri ini. Di satu sisi kepolisian menerima begitu banyak pengaduan berbagai
kasus, namun disisi lain kepolisan juga dianggap sebagai lembaga yang
lebih banyak diadukan sebagai lembaga yang belum dapat memenuhi rasa
keadilan ke lembaga pengawas internal (inspektorat, propam dan kompolnas)
serta lembaga eksternal kepolisian seperti komnas ham, ombudsmen. Demikian
pula, institusi kepolisian mendapat sorotan publik semakin memburuk citranya
sebagai penegak keadilan ketika terjadi konflik dengan mitra penegak hukum
lainnya seperti KPK dan Komnas HAM.
Tuntutan dan harapan publik agar institusi kepolisian
melakukan reformasi substansial semakin besar, itulah yang mendorong Prabowo
melakukan kebijakan progresif untuk penguatan institusi yang independen dan
mandiri, modernisasi instrumental, profesionalisme dan peningkatan kualitas
hidup melalui perbaikan kesejahteran upa dan gaji. Itu artinya Prabowo sudah
mendeteksi persoalan untuk mempermuda melakukan reformasi substansial.
Meskipun di bawah kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian
Indonesia termasuk negara yang mengalami surplus keamanan, namun harus diakui
bahwa kepolisian tidak bisa melepaskan diri dari tarikan dunia politik dan
kepentingan penguasa. Rakyat cenderung apatis terhadap jawaban-jawaban retorika
yang cenderung merespons reaksi publik dan itu tidak berarti rakyat membenci
kepolisian, justru karena menjadi tumpuan harapan dan terminal akhir pencarian
keadilan. Rakyat lebih menyukai kinerja yaitu perbaikan institusi kepolisian
melalui perbaikan internal dan penegakan hukum yang berkeadilan. Itu semua
karena kegagalan pemimpin tertinggi negeri ini yang tidak mampu komit untuk
menerjemahkan kebijakan berdasarkan landasan konstitusi dan landasan Idil.
Natalius Pigai
Kritikus, Aktivis Kemanusiaan dan Ketua Tim Aparat
Penegak Hukum, Komnas HAM RI 2012-2017.