![]() |
Natalius Pigai |
Oleh: Natalius Pigai
(Ketua Tim Aparat Penegak Hukum, Komnas HAM RI 2012-2017)
Menjelang Pemilihan 17 April 2019, salah satu institusi negara yang galau,
cemas, was-was adalah Institusi Kepolisian. Apakah memang karena ada indikasi
kuat Prabowo Subianto akan perlemah Kepolisian atau opini sesat yang sengaja
dimainkan untuk menarik Kepolisian dalam politik untuk tidak netral, benci
kepada Prabowo Subainto, opini dibangun agar polisi membantu memenangkan Calon
Presiden Joko Widodo, juga menjadi mesin pendulang suara (vote getter).
Bayangkan begitu kejamnya opini negatif terhadap seorang Prabowo yang akan
memimpin negara, akan memperbaiki negara, akan memperkuat negara dicitrakan
dengan kata-kata berlogika sesat (fallacy) “jika Prabowo Subianto terpilih
sebagai Presiden Republik Indonesia, maka Kepolisian akan dilemahkan
(diperlemah), Kepolisian di bawah Kementerian Dalam Negeri atau bahkan melebur
dengan TNI sebagaimana orde lama”. Entahlah, tetapi harus diketahui bahwa
skenario pembusukan citra Prabowo Subianto di dalam institusi polisi sangat
masif, sistematis, meskipun tidak terstruktur karena pucuk pimpinannya Kapolri
Prof. Dr. H. Tito Karnavian, MA secara resmi menegaskan Netralitas
Kepolisian.
Penetrasi pembusukan terhadap Prabowo Subianto di tubuh institusi kepolisian
dapat diduga berasal dari beberapa perjuru; 1). Tim Sukses Joko Widodo. 2).
Orang-orang yang melingkari kekuasaan, kaum ambisius dan machiavelian. 3). Satu
atau dua orang petinggi polisi yang sengaja untuk menarik perhatian Petahana
demi jabatan dan karier. 4). Bisa juga berasal dari senior polisi purnawiran
perwira tinggi yang mendukung Joko Widodo.
Skenario pembususkan terhadap Prabowo Subianto menciptakan efek
ketakutan (terrible effect) pada bawahan khususnya perwira menegah yang masih
Panjang meniti karier dan anggota kepolisian pada umumnya. Dan bisa dimaklumi
bila anggota polisi tersandera dengan opini sesat tersebut di atas karena Tim
Sukses Prabowo Subianto tidak pernah mampu menterjemahkan gagasan dan ide besar
Prabowo Subianto tentang Penguatan Institusi Penegak Hukum baik Kepolisian,
Kejaksaan dan Kehakiman.
Calon Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto pada saat debat pertama
tanggal 17 Januari 2019, Debat ke empat 30 Maret 2019 dan berbagai kesempatan
menekankan: “Pentingnya Negara yang kuat, Negara kuat jika Institusi atau
Lembaga Negara kuat, demikian pula ditunjang dengan pengelola Negara yang
professional, bersih dan berwibawa”. “Bangsa yang kuat, mandiri, berdaulat maka
akan dihargai dan dihormati bangsa-bangsa lain termasuk dalam diplomasi”.
“Keamanan Dalam Negeri terpelihara jika institusi Nepolisian Negara yang
kuat”. “Rakyat mendapat keadilan dihadapan hukum, jika institusi
Kepolisian terpercaya, bekerja secara independen, profesional, moderen,
sejahtera”. Aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) harus kenyang, sehat
dan pintar supaya bekerja profesional, objektif dan imparsial dalam menegakan
hukum”.
Pandangan Calon Presiden Prabowo Subianto saat debat ke-empat tanggal 30
Maret 2019, memang benar, bahwa apapun yang dilakukan pemimpin bangsa ini
tentu mempertimbangkan “kepentingan inti negara Indonesia” (core of national
interest) yaitu; sesungguhnya negara yang maju dan berkembang berada pada
penguatan hukum untuk mengatur ketertiban, keamanan dan rasa keadilan bagi
rakyat”. Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman sebagai lembaga penegak hukum yang
berada di beranda depan dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system)
tentu menjadi pilar terpenting bagi negara ini.
Jika membaca pandangan Prabowo Subianto sebenarnya secara tersirat
menyatakan kegaulauan atas kegagalan pemerintah saat ini yang membawa bangsa
Indonesia tersandera dalam ancaman dan negara makin tidak berwibawa karena
perilaku amoralitas penguasa; kebocoran keuangan negara, korupsi merajalela, memperdagangkan
pengaruh, jual beli jabatan, perilaku mesum yang justru dilakukan oleh
orang-orang yang melingkari istana, pusat kekuasaan negara. Pemerintah juga
menyandera pilar-pilar demokrasi, hak asasi manusia, perdamain dan
keadilan melalui instrumen demokrasi yaitu partai politik, media massa,
lembaga penegak hukum. Bangsa ini sedang mengalami distorsi arah dan gradasi
nilai-nilai konstitusi dan landasan idil.
Prabowo Subianto sangat paham tentang Kepolisian sudah selayaknya
diapresiasi. Aparat kepolisian bertugas untuk mewujudkan salah satu inti
kepentingan nasional (core of national interest) dengan memastikan kebutuhan
warga negara terpenting yaitu: hak atas rasa aman dan hak untuk mendapat
keadilan dihadapan hukum.
Prabowo memahmai, Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai
persoalan yang kompleks. Ancaman bisnis trans-nasional, kejatahan dunia maya
(cyber crime) , terorisme, penyelundupan dan perdagangan narkotika , kejahatan
perdagangan manusia (human trafficking), pencucian uang (money loundering),
korupsi dan perdagangan jabatan, perilaku amoralitas pejabat negara,
ancaman konflik horizontal dan konflik vertikal antara Negara dan Rakyat dan
lain sebagainya.
Semua permasalahan di atas tidak sekedar mengancam instabilitas sosial dan
integritas nasional, namun juga mengganggu nilai-nilai fundamental seperti
kebhinekaan dan Pancasila sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kalau disimpulkan ada 2 ancaman yang dihadapi saat ini yaitu; 1)
ancaman kejahatan konvensional yang membutuhkan penegakan hukum dalam sistem
peradilan pidana. 2) menguatnya kelompok eksklusivme suku, agam, ras dan antar
golongan serta penetrasi kapital dan hegemoni negara idikasi adanya komprador
antara negara dan swasta. Selain gangguan keamanan dan ketertiban dalam negeri
(internal disorder) juga ancaman eksternal (externar threat) berupa ancaman
negara lain, pengaruh perang proxy dan lain sebagainya.
Pada saat ini Kepolisian Negara sedang menghadapi tugas berat untuk
menuntaskan berbagai persoalan keamanan dan penegakan hukum. Sebagai
lembaga yang berada di beranda depan dalam sistem peradilan pidana (criminal
justice system), harapan publik tertuju kepada lembaga kepolisian. Namun yang
menjadi pertanyaannya adalah seberapa jauh kesiapan lembaga kepolisian untuk
mampu merespons berbegai persoalan yang membelit negeri ini. Di satu sisi
kepolisian menerima begitu banyak pengaduan berbagai kasus, namun disisi
lain kepolisan juga dianggap sebagai lembaga yang lebih banyak diadukan
sebagai lembaga yang belum dapat memenuhi rasa keadilan ke lembaga
pengawas internal (inspektorat, propam dan kompolnas) serta lembaga eksternal
kepolisian seperti komnas ham, ombudsmen. Demikian pula, institusi
kepolisian mendapat sorotan publik semakin memburuk citranya sebagai penegak
keadilan ketika terjadi konflik dengan mitra penegak hukum lainnya seperti KPK
dan Komnas HAM.
Tuntutan dan harapan publik agar institusi kepolisian melakukan reformasi
substansial semakin besar, itulah yang mendorong Prabowo melakukan kebijakan
progresif untuk penguatan institusi yang independen dan mandiri, modernisasi
instrumental, profesionalisme dan peningkatan kualitas hidup melalui perbaikan
kesejahteran upa dan gaji. Itu artinya Prabowo sudah mendeteksi persoalan untuk
mempermuda melakukan reformasi substansial.
Meskipun di bawah kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian Indonesia termasuk
negara yang mengalami surplus keamanan, namun harus diakui bahwa kepolisian
tidak bisa melepaskan diri dari tarikan dunia politik dan kepentingan penguasa.
Rakyat cenderung apatis terhadap jawaban-jawaban retorika yang cenderung
merespons reaksi publik dan itu tidak berarti rakyat membenci kepolisian,
justru karena menjadi tumpuan harapan dan terminal akhir pencarian keadilan.
Rakyat lebih menyukai kinerja yaitu perbaikan institusi kepolisian melalui
perbaikan internal dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Seluruh Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus pahami bahwa
Presiden Joko Widodo yang justru memperlemah dan mengamputasi kewenangan
Polisi, bahkan menabrak konstitusi dengan mengeluarkan kebijakan melalui
Perpres Nomor 2 Tahun 2015: Keamanan Integratif yaitu memutus sebagian
kewenangan Kepolisian misalnya bidang Keamanan Laut, Penanganan Narkotika,
termasuk hal-hal yang bersifat keamanan insani (inhuman security) lainnya.
Akibatnya reformasi di Kepolisian tidak bisa berjalan dengan baik. Anggaran
mengalami penyusutan, kepolisian belum bisa melakukan revitalisasi
instrumental, peningkatan profesionalisme dan perbaikan kesejateraan. Dampaknya
tugas pelayaan belum cukup memberi kepuasan dan keadilaan.
Hari ini perbuatan Presiden Joko Widodo ini menyebabkan 1.400 Kombes tidak
bisa naik pangkat ke bintang, 230 Periwira Bintang 1 yang masih antri untuk
bintang 2, 66 Perwira Bintang 2 yang antri untuk Bintang 3. Perwira Tinggi
Polisi Putra Papua tidak bisa dapat jabatan, sedangkan hari ini ada 2 orang
putra Papua Bintang 2 di TNI menjadi Panglima Kodam (Pangdam). Mengapa
karena keterbatasan Ruang Nomeklatur dan Anggaran di Kepolisian Negara
akibat amputasi kewenagan oleh Presiden Joko Widodo 2014-2019.
Prabowo Subianto sudah sangat memahami bahwa negara kuat karena institusi
negara kuat. Semua institusi negara sangat penting karena instrumen-instrumen
yang menjalankan esensi dasar adanya negara yaitu Adil dan Makmur. Karena itu
Prabowo Subianto 2019-2024 memahami pentingnya Kepolisian yang Kuat, Mandiri,
Moderen, Profesional disertai Kesejahteraan yang layak sehingga akan tercipta
institusi Polisi yang Berwibawa, Bermartabat dan Terpercaya!
Natalius Pigai
Kritikus, Aktivis Kemanusiaan dan Ketua Tim Aparat Penegak Hukum, Komnas
HAM RI 2012-2017.