SUARABERKARYA.COM, JAKARTA (Minggu, 14-07-2019) - Pertemuan antara 2 kontestan pada pilpres 2019 yang begitu menyita
perhatian masyarakat, para pendukung bahkan masyarakat dunia merupakan sebuah
fenomena yang sungguh sangat menarik. Pertemuan tersebut memang sesungguhnya perlu dilakukan guna mencairkan
suasana pasca pilpres. Namun mungkin soal waktunya saja yang bisa dianggap
terlalu tepat.
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), rakyat khususnya para pendukung Prabowo masih tetap setia
berjuang untuk mendampingi Prabowo dalam kelompok oposisi jika pada akhirnya
keputusan MK menjadi sandaran terakhir. Bahkan ratusan emak-emak yang berunjuk rasa di kediaman Prabowo Subianto di
Jl. Kertanegara pada Jum'at 12 Juli 2019 merupakan sebuah bentuk dukungan
sekaligus harapan agar Prabowo tidak merapat ke kubu Jokowi.
![]() |
Ratusan Emak-emak Mendatangi Kediaman Prabowo Subianto Meminta Untuk Tetap Berada Pada Oposisi |
Kekecewaan yang mendalam pasca pemilu yang diduga banyak terjadi
kecurangan, keputusan KPU hingga keputusan MK tak bisa dipungkiri bahwa sangat
melukai kebathinan para pendukung Prabowo Sandi.
Sementara dilain pihak, yaitu kubu petahana terus berusaha melakukan
rekonsiliasi guna penyatuan rakyat yang selama ini seakan terbelah sekaligus
sebagai mencari legitimasi baik secara nasional maupun internasional. Petahana sangat menyadari pentingnya pengakuan dari Prabowo Subianto
sebagai agar pemerintahan kedepan bisa berjalan secara maksimal. Karena tanpa
penyatuan rakyat dapat dipastikan bahwa pemerintahan Jokowi kedepan akan banyak
mengalami hambatan.
Kenyataan yang hingga saat ini belum adanya ucapan resmi dari beberapa
kepala negara kepada Jokowi tentang penetapan Jokowi Makruf sebagai presiden
dan wakil presiden priode 2019-2024, juga menjadi alasan bagi kubu petahana
untuk terus berusaha guna mempertemukan Joko Widodo dengan Prabowo Subianto.
Prabowo dan Jokowi akhirnya bertemu di gerbong kereta yang beranjak dari
stasion Lebak Bulus Jakarta Selatan pada Sabtu, 13 Juli 2019. Sontak memanen berbagai tanggapan dari semua kalangan. Baik pemerintah,
elit politik, pengamat bahkan yang paling kental adalah dari para pendukung.
Terutama pendukung paslon 02 Prabowo Sandi.
Sementara dari para pendukung petahana Jokowi Makruf nampaknya biasa-biasa
saja sambil berharap agar pertemuan tersebut menjadi simbol kembalinya semangat
persatuan guna bersama-sama membangun bangsa kedepan.
![]() |
Apel Siaga 313 Pada 31 Maret 2019 Di KPU RI |
Beda dengan pendukung petahana, pendukung Prabowo Sandi justru banyak yang
kecewa bahkan mengecam dengan sumpah serapah atas diberlangsungkannya pertemuan
yang menurut pandangan mereka sangat melukai perasaan rakyat ditengah
kekecewaan atas putusan MK yang baru saja mereka saksikan. Sebuah pristiwa yang lumrah, wajar bahkan wajib mereka rasakan sebagai
manusia biasa. Mereka sejak awal sosialisasi, membangun jaringan relawan,
mengkampanyekan, menyumbangkan suara melalui bilik TPS serta berkorban
segalanya untuk pemenangan sang pemimpin idolanya.
Begitu banyak pikiran yang terkuras, waktu terbuang, tenaga, biaya serta
harta yang mereka korbankan untuk berjuang demi kemenangan Prabowo Sandi pada
pilpres 2019 yang diketahui banyak menyimpan misteri. Sebuah rangkaian pemilu yang telah dipertontonkan baik secara nasional
maupun internasional. Bahkan pemilu 2019 merupakan rangkaian pemilu yang sangat
memilukan sekaligus memalukan.
Ratusan nyawa melayang pada saat proses pemungutan suara berlangsung hingga
belasan tunas-tunas muda bangsa gugur dalam pristiwa berdara "Tragedi
Kemanusiaan" pada aksi unjuk rasa menolak kecurangan pemilu pada 21-22 Mei
di BAWASLU yang menjadi catatan kelam perjalanan bangsa ini.
Demikian juga ditangkap nya beberapa aktivis dan tokoh nasional dalam
rangkaian proses pemilihan umum 2019 seperti Dr. Eggi Sudjana, Mayjen (purn)
Kivlan Zen, Mayjen (purn) Soenarko serta banyak lagi para peserta aksi yang
hingga saat ini masih ditahan.
Rangkaian pristiwa heroik yang berujung memilukan itulah menjadi alasan
kekecewaan bagi para pendukung Prabowo Sandi. Namun tak bisa kita pungkiri
bahwa setiap orang, setiap kelompok dapat dipastikan punya kepentingan yang
berbeda.
Tiga kelompok besar pendukung Prabowo Sandi sudah menunaikan kewajibannya.
Baik dari kelompok partai koalisi, kelompok pencinta ulama karena Prabowo
didukung Ijtima serta kelompok masyarakan non partisan yang tidak mendukung
Jokowi.
Sehingga sangat wajar jika mereka mengklaim bahwa mereka menang namun
dicurangi. Karena 3 kelompok ini sungguh sangat besar secara kuantitatif. Hal
tersebut tergambar pula pada setiap pristiwa tablig akbar dan pada masa-masa
kampanye.
Akan tetapi inilah dunia politik. Ada panggung depan. Ada panggung belakang
bahkan ada panggung sandiwara. Semoga saja yang dipresntasikan dalam pertemuan
tersebut adalah panggung depan. Dan kita masih berharap adanya sekenario
panggung langit oleh sang Mudabir maha pengatur segalanya. Karena kita hanya tahu setetes darisamudera yang tak bertepi.
Prabowo beratus bahkan mungkin ribuan kali mengatakan bahwa dirinya akan terus
bersama rakyat. Timbul dan tenggelam bahkan mati bersama rakyat. Ini terlontar
dari seorang yang berjiwa prajurit. Seorang tokoh nasional bahkan
internasional. Tentunya tak diragukan lagi tentang integritas dan kecintaannya
kepada bangsa dan negara sekaligus pada pendukungnya yang telah berjuang dan
berkorban jiwa raga untuk dirinya. Mereka sudah berjuang mati matian bahkan ada
yang sudah mati beneran. Sebagai capres yang sangat digandrungi rakyatnya, Prabowo juga tidak
menutup mata atas upaya upaya hukum secara konstitusional yang dilakukan para
pendukungnya bahkan hingga saat ini masih terus berlangsung upaya pembelaan
terhadap sebuah kebenaran dan keadilan.
Salah satu upaya yang gigih dilakukan adalah melaporkan beberapa dugaan
kecurangan ke BAWASLU hingga ke DKPP. Salah satu aktivis betawi Jalih Pitoeng
saat ini masih terus berjuang di sidang etik DKPP (Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu) yang sudah memasuki babak pembacaan kesimpulan.
Jalih Pitoeng yang diketahui kerap kali mendampingi Eggi Sudjana bahkan
hingga ke pintu penjara dan dikenal sangat lantang karena dirinya pernah
menyatakan siap ditembak ditempat jika melakukan kerusuhan pada awal-awal Aksi
Damai Tolak Pemilu Curang di BAWASLU sebagai sikap yang diungkapkan atas
statmen Kapolri di media massa.
Pemilik nama Muhidin Jalih inipun sudah memulai dukungannya sejak
mendirikan Relawan Nasional Prabowo Sandi (RNPAS) Jum'at 3 Agustus 2018
bersama-sama dengan Dr. Eggi Sudjana, Rijal Kobar, Jimmy GL PRO 08 dan Akbar
Hussein Firdaus yang hingga kini masih bersamanya dalam wadah perjuangan rakyat
Dewan Persaudaraan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang pada 14 Juni
membatalkan "Aksi Akbar Super Damai" di gedung DPR MPR karena diminta
untuk tidak dilaksanakan atas perintah Prabowo.
Ditengah suasana yang bisa dibilang sangat menegangkan pasca pristiwa 21-22
Mei yang banyak menghilangkan korban jiwa, merupakan sebuah langkah yang bisa
sisebut sangat berani. Dan itu terbukti bahwa tidak ada satupun pemberitahuan
tentang aksi akbar yang tercatat di Dirintelkam Polda Metro kala itu.
Aksi Akbar Super Damai yang diinisiasi oleh Jalih Pitoeng ini memang
ditargetkan akan membakar semangat perjuangan rakyat secara eksplosif dan
sporadis diberbagai daerah untuk melakukan unjuk rasa secara konstitusional.
Kecewa pasti. Bahkan sangat kecewa. Karena gelaran tersebut sudah hampir
tuntas pada H-1 serta sudah sangat koordinatif sekaligus konsolidatif dengan
beberapa elemen masyarakat termasuk beberapa kelompok mahasiswa yang akan
bergabung dari beberapa kampus.
Atas pertimbangan yang cukup tentunya Prabowo melarang aksi tersebut
sehingga dengan berat hati tetap wajib diterima. Namun tidak berhenti disitu,
sosok yang gigih dan memegang teguh sebuah komitmen perjuangan dan tak mengenal
putus asa sekaligus hanya bergantung kepada Allah SWT sebagai pemegang segala
kekuasaan, Jalih Pitoeng tetap istiqomah mencari terobosan pada chanal-chanal
konstitusional yaitu DKPP. Harapannya adalah agar semua dalil aduan tentang
adanya kecurangan pemilu dapat dikabulkan.
Jika pada sidang etik dinyatakan bahwa para penyelenggara dan Pengawas
dalam hal ini ketua KPU Arief Budiman dan ketua BAWASLU Abhan melanggar etik
bahkan melanggar aturan maka produk-produk dan keputusannya pun bisa dianggap
cacat hukum. Inilah salah satu peluang yang tetap diburu untuk menutup seluruh
narasi perjuangan dalam sebuah rangkaian pemilu 2019 dalam menentukan
perjalanan bangsa indonesia kedepan.
Pertunjukan menarik ini tentunya akan menjadi sebuah pelajaran penting bagi
generasi pemimpin bangsa ini kedepan untuk bisa dipetik hikmahnya dalam
melanjutkan kehidupan berbangsa dan berbegara sesuai dengan tujuan proklamasi
dan cita-cita luhur para pendiri bangsa yang tertuang dalam palsafah pancasila
sekaligus dituliskan dalam kitab suci negara indonesia yaitu UUD 1945 sebagai
pedoman berbangsa dan bernegara.