SUARABERKARYA.COM, JAKARTA - Bulan Agustus sebagai bulan KEMERDEKAAN bagi bangsa Indonesia merupakan bulan yang mewajibkan seluruh warganya untuk memperingati hari bersejarah dalam mengenang perjuangan para pahlawan bangsa hingga diproklamasikannya kemerdekaan repubik indonesia pada Jum'at tanggal 17 Agustus 1945.
Demikian
pula halnya dengan aktivis betawi Bang Jalih Pitoeng selaku penggagas
dan pendiri sekaligus ketua umum Dewan Persaudaraan Relawan & Rakyat
Indonesia (DPR RI) mengambil moment bersejarah tersebut untuk menggelar
acara unjuk rasa di Gedung DPR MPR Jl. Gatot Soebroto Jakarta Pusat
dengan tema "GERAKAN 30 AGUSTUS 2019" yang akan dilaksanakan pada hari Jum'at
pula tanggal 30 Agustus 2019 dalam menyerap aspirasi dan keinginan rakyat dalam
menuntut keadilan.
Terutama
untuk menyuarakan keinginan masyarakat tentang kedaulatan rakyat serta kepulangan Habib Rizieq
Syihab dan Residu Pemilu yang belum terselesaikan secara tuntas sekaligus isyu-isyu nasional yang sedang berkembang. Seperti Papua dan rencana pemindahan ibukota negara.
![]() |
Penyerahan Surat Pemberiatahuan Aksi di Mapolda Metro Jaya, Photo dari Kiri Ke Kanan : Jony Asmara, Tri Erniati, Tika Khalila, Wati Imhar, Akbar Hussein |
Ditemui
usai menyerahkan Surat Pemberitahuan Aksi di Intelkam Polda Metro Jaya,
Jalih Pitoeng mengatakan "Iya betul kami baru saja menyerahkan Surat
Pemberitahuan Aksi kepada pihak Polda Metro Jaya" kata Jalih Pitoeng
membenarkan tentang Pemberitahuan tersebut, Senin (26/08/2019)
"Kami
dari DPR RI akan memimpin agenda aksi akbar tersebut dalam menyampaikan pendapat
masyarakat, rakyat dan umat di gedung DPR MPR sebagai hak konstitusional masyarakat" tambah Jalih Pitoeng
"Dan
tak ada seorangpun dinegeri ini yang bisa melarang rakyat untuk menyampaikan
pendapat atau unjuk rasa di gedung wakil rakyat. Bahkan negara sekalipun
tak boleh menghalangi apalagi melarang nya. Jika ada pihak-pihak yang
melarang dengan alasan apapun maka bisa dianggap melanggar
undang-undang. Karena penyampaian pendapat dimuka umum itu dilindungi oleh undang-undang. Bahkan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
penerapan Pancasila yang merupakan amanat dan cita-cita proklamasi"
sambung Jalih Pitoeng menegaskan
Ditanya
dari mana saja yang akan hadir, aktivis betawi yang dikenal sangat
lantang dalam memperjuangkan kebenaran tersebut mengatakan ada beberapa
elemen masyarakat yang sudah mengkonfirmasi akan datang guna mendukung
agenda besar GERAKAN 30 AGUSTUS 2019.
"Ada
beberapa elemen masyarakat yang sudah menelpon saya untuk
mengkonfirmasi akan hadir dalam rangka mendukung gerakan rakyat ini. Baik dari
kalangan ulama, para cendikiawan, para alumni serta beberapa tokoh
nasional yang peduli terhadap keadilan, kemanusiaan, ormas maupun
pribadi-pribadi secara personal serta kaum muda intelektual yaitu para mahasiswa" jelas Jalih Pitoeng agak merinci
Menjawab
pertanyaan awak media tentang berapa banyak peserta aksi yang akan
hadir, aktivis yang kreatif dan inovatif dalam merancang pola gerakan
ini tidak mau menjelaskan jumlah pasti.
"Saya
tidak bisa memprediksi berapa jumlah peserta aksi yang akan hadir. Akan
tetapi dapat dipastikan bahwa saya tidak bisa mencegah saudara-saudari kita
yang akan hadir karena itu adalah hak konstitusional mereka sebagai warga negara yang dilindungi oleh undang-undang" ungkap Jalih
Pitoeng
Terkait pengawalan aksi tersebut sosok puta betawi yang memasang jargon "Rakyat Berdaulat Negara Martabat" ini menyerahkan sepenuhnya kepada TNI dan Polri sebagaimana tugas pokok dan fungsinya.
"Insya
Allah untuk keamanan kita serahkan kepada pihak kepolisian dan TNI.
Selanjutnya semua itu saya sebagai penggagas dan penanggung jawab aksi
menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah SWT sebagai hamba Allah yang
beriman dan bertaqwa" kata aktivis betawi secara sistematis dan
religius.
"Saya siap
ditembak diatas podium jika unjuk rasa ini dianggap melanggar UUD 1945
dan Pancasila. Dan saya berharap para pihak khususnya pihak pemerintah
dalam hal ini pihak kepolisian tidak berlindung atas nama hukum yang
memihak" pinta Jalih Pitoeng penuh harap
Didesak
apa yang dimaksud dengan istilah "Hukum Yang Memihak" yang dipopuler
oleh Jalih Pitoeng, dirinya juga menceritakan kisah kakeknya yang ikut
berjuang dalam merebut kemerdekaan pada masa penjajahan Belanda.
"Kata
engkong saya dulu ada Sinyo Belanda yang memperkosa gadis desa. Hukum
yang digunakan adalah hukum Belanda yang hingga saat ini juga sebagian masih dipakai
oleh kita yaitu praduga tak bersalah. Namun sebaliknya kakek kita yang
ingin menyampaikan pesan kepada para pejuang kemerdekaan yang ditulis
dipelepah daun pandan justru ditangkap oleh Belanda dan antek-antek Belanda. Tapi itu kan dulu sebelum zaman
KEMERDEKAAN" Kenang Jalih Pitoeng
"Kalo sekarang ya enggak lah. Wong kita udah merdeka koq
masa masih mau menggunakan cara-cara Belanda saat kita belum merdeka. Jika itu
dilakukan dan kita dilarang, itu sama aja artinya bahwa kita belum merdeka
sebagai warga negara indonesia. Lalu pertanyaannya adalah untuk siapa KEMERDEKAAN ini dulu direbut dengan tumpahan darah dan air mata ulama, santri dan para pahlawan perjuangan demi KEMERDEKAAN sebagaimana amanat proklamasi yang disimpulkan dalam Pancasila serta dijabarkan dalam UUD 1945 sebagai pijakan dalam berbangsa dan bernegara" pungkas Jalih Pitoeng (Red)